DEPOK - Mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail sudah ditetapkan menjadi tersangka korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 pengadaan lahan di jalan Nangka, Tapos Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Namun, hingga saat ini mantan presiden Partai Keadilan itu belum juga ditahan kepolisian.
Pasca ditetapkan tersangka pada 20 Agustus 2018, Nur Mahmudi menyatakan setatus yang disematkan kepada dirinya oleh penyidik Tipikor Polresta Depok salah alamat. Hal tersebut nyatakan oleh Kuasa Hukum Nur Mahmudi, Iim Abdul Halim saat dihubungi wartawan, Rabu 12 Sseptember 2018.
Pelebaran Jalan Nangka, Depok, Jawa Barat yang Diduga Dikorupsi (foto: Wahyu M/Okezone)
"Sampai saat ini belum tahu dugaan pelanggaran atau kesalahan beliau (Nur Mahmudi Ismail) dalam proyek ini di mana. Jadi salah sasaran jikalau penyidik menetapkan kliennya sebagai tersangka. Sebab kalau untuk realisasi sudah urusan teknis, Pak Nur tidak tahu lagi," ucap Iim saat dihubungi wartawan.
Dia menuturkan, tuduhan korupsi tersebut tidak berdasar, sebab menurutnya Nur Mahmudi sama sekali tidak melakukan pelanggaran dalam proyek pelebaran di Jalan Nangka. Lebih lanjut dikatakan Iim, pada anggaran APBD 2015 itu klienya memang menandatangani namun usulan itu ada di Dinas Pembangunan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang dijabat oleh Manto Djhorgi.
"Saat itu, menganggarkan untuk pelebaran jalan. Sesuai apa yang diusulkan Dinas Pembangunan Umum dan Penataan Ruang ( PUPR). Ada lima wilayah. Antara lain Jalan Nangka," imbunya.
Atas usulan tersebut, Nur Mahmudi Ismail mengaku menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Lahan (SKPL). Akan tetapi ada catatan khusus agar Dinas PUPR berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Depok.
Koordinasi ini bertujuan untuk menghindari adanya tumpang tindih. Sebab menurut informasi ada lahan yang biaya pengandannya ditanggung oleh pengembang. Namun Iim menjelaskan koordinasi antar kedua dinas tersebut kurang berjalan baik sehingga pembebasan lahan yang semestinya ditanggung pengembang tetap dikucurkan. Semestinya jika kejadian seperti ini yang salah yaitu Dinas PUPR selaku pengguna anggaran.
"Yang mengetahui areal mana yang akan dilebarkan pengadanya lahan oleh pengembang adalah Dinas Perhubungan. Pak Nur tidak tahu soal itu. Artinya urusan dinas. Pak Nur justru bingung kok sudah ada yang dipengembang tapi diterbitkan lagi di SKPL," paparnya.
"Jadi dari Dinas menggeluarkan dana atau belanja terhadap area yang semestinya bukan tanggung jawab dinas karena tanggung jawab pengembang. Salah satu titik dibebaskan lagi. Ini lah yang menjadi kerugian negara," pungkasnya.
Pelebaran Jalan Nangka, Depok, Jawa Barat yang Diduga Dikorupsi (foto: Wahyu M/Okezone)
Sebelumnya, Penyidik Kriminal Khusus Polresta Depok telah memeriksa mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail sebagai saksi di Mapolresta Depok Kamis 19 April 2018. Panggilan itu untuk memeriksa dugaan kasus korupsi pelebaran jalan di Gang Nangka Cimanggis Depok, Jawa Barat beberapa tahun lalu.
Dari informasi yang didapatkan, proyek pengadaan lahan untuk pelebaran Jalan Nangka di Kelurahan Sukamaju baru ini menelan dana anggaran dari APBD sebesar Rp17 miliar pada tahun 2015. Namun proyek tersebut hanya fiktif, sebab akses jalan dengan panjang 500 meter lebar 6 meter tersebut sudah dibebaskan oleh pengembang yang sedang membangun Apartemen di wilayah tersebut.
Saat itu pengembang Apartemen telah mengeluarkan dana pembebasan kepada 16 pemilik sertifikat milik 16 warga RT.03/RW.01 Kelurahan Sukamaju baru, Kecamatan Tapos dengan nilai sebesar Rp17 miliar.
(fid)
http://news.okezone.com/read/2018/09/12/338/1949443/penetapan-tersangka-nur-mahmudi-dianggap-salah-alamat
No comments:
Post a Comment