JAKARTA – Lantaran pertimbangan fluktuasinya harga baja dalam 1,5 tahun ke depan, menjadi alasan bagi lembaga pemeringkat Moody’s Investor Service menurunkan outlook perusahaan emiten produsen pipa baja nasional yaitu PT Steel Pipe Industry of Indonesia (Spindo) Tbk (ISSP) dari B2 stabil menjadi B2 negatif.
Moody’s Vice President and Senior Credit Officer, Brian Grieser menyampaikan, peringkat Spindo diturunkan karena margin kotor perseroan diprediksi tertekan karena fluktuasi harga baja dalam 1—1,5 tahun mendatang.”Harga baja akan terus volatil dalam 12—18 bulan ke depan sehingga dapat meningkatkan leverage perusahaan,” ujarnya.
Brian menjelaskan, harga baja berkontribusi sebesar 85%-95% dari total biaya yang dikeluarkan perusahaan, terhitung dari nilai barang yang terjual. Kondisi ini menyebabkan ISSP akan mendapat dampak negatif dari harga baja global. Meski perusahaan menggunakan skema pembayaran cost plus, ISSP dinilai tetap sulit untuk langsung mendistribusikan beban dari kenaikan harga baja tersebut pada konsumen. Akibatnya, margin kotor Spindo tercatat mengalami penurunan menjadi 15% selama 1 Juli 2017—30 Juni 2018.
Margin kotor perusahaan dengan produk pipa baja dengan variasi diameter paling banyak tersebut sempat mencapai 25% pada 2016, dan mulai turun ke level 18% pada 2017 lalu. Dengan fluktuasi harga baja dunia yang diprediksi terus berlangsung hingga 1,5 tahun ke depan, Moody’s memprediksi margin kotor ISSP akan tetap stabil di level 15%. Perseroan dinilai tetap dapat mempertahankan level margin tersebut seiring upaya untuk menaikkan harga jual.”Sedangkan untuk leverage yang perhitungannya disesuaikan terhadap utang dan EBITDA, akan berada pada kisaran 5,5 kali—6,5 kali. Level itu cukup tinggi jika dibandingkan dengan rating B2 yang kini dipegang perusahaan,” terang Grieser.
Kendati demikian, dia menegaskan level utang Spindo akan meningkat karena perusahaan membutuhkan investasi yang cukup besar dan cukup tergantung dengan pendanaan yang periodenya jangka pendek. Grieser mencatat Spindo berupaya mempertahankan invesntorinya dalam jumlah seimbang, mengingat 65% bahan baku perseroan diimpor dalam jumlah besar. Meski perseroan mempertahankan jumlah inventorinya di level rendah sejak kuartal III/2017, penyimpanan perseroan terbilang masih cukup besar.
Moody’s memprediksi belanja modal Spindo akan berada di level rendah pada 2018—2019, untuk menekan risiko keuangan perseroan. Sebagian besar belanja modal tersebut akan dialokasikan untuk membangun gudang penyimpanan guna meningkatkan penjualan perseroan di pasar domestik. Adapun, Moody’s menyebut entitas berpeluang kembali meningkatkan rating Spindo menjadi stable jika perseroan mampu mempertahankan tingkat EBITDA yang stabil. Sebaliknya, Moody’s bisa saja menurunkan lagi peringkat jika perusahaan tidak dapat menjaga level EBITDA.
Sebagai informasi, Spindo tahun ini menargetkan pendapatan tumbuh 20% dan untuk memenuhi target tersebut, perseroan mengincar beberapa proyek baru dan salah satunya proyek yang didapat adalah pengadaan pipa transmisi ruas Cirebon-Semarang. Deputy President DirectorSteel Pipe Industry of Indonesia, Tedja Sukmana Hudianto pernah mengatakan, target kontrak proyek tersebut ialah bulan Oktober atau November 2018. "Terhitung sampai Mei 2018, order pipa mencapai 150.000 ton," kata Tedja.
Untuk memenuhi permintaan konsumennya, perseroan menargetkan dapat memproduksi pipa sebanyak 370.000 ton. Namun sayangnya, Tedja enggan merinci lebih detail kemana target konsumen dari produk pipa tersebut. Beberapa proyek tersebut antara lain pembangunan dermaga Gili Mas, Lombok yang dikerjakan oleh PT Pembangunan Perumahan (PTPP), serta pembangunan Tanjung Jati Expansion dengan kontraktor PT JFE Shoji Trade Indonesia.
(kmj)
http://economy.okezone.com/read/2018/08/24/278/1940918/moody-s-pangkas-rating-spindo-jadi-b2-negatif
No comments:
Post a Comment